Mind Map, Tularkan 'Virus' Jenius
Tulisan ini milik ummi.com
http://ummi-online.com/berita-816-mind-map-tularkan-virus-jenius.html
Rabu, 19 Juni 2013 WIB |
Mind Map, Tularkan 'Virus' Jenius
Saat ini, bukan hal mustahil membentuk anak
genius. Tak percaya? Sekarang, rontokkan semua rencana Anda mengoptimalkan
dominasi otak kanan/kiri anak Anda, termasuk kemampuan visual, auditori, atau
kinestetiknya. Sebab, ada metode yang mampu mengoptimalkan semuanya. Apa itu? Mind
map.
Keunggulan metode
yang ditemukan Tony Buzan, psikolog asal Inggris, ini terletak pada cara
kerjanya, sesuai cara kerja otak alami sehingga kita mudah menyerap informasi.
Tak heran, kalau mind map cocok digunakan untuk anak saat belajar.
Siapa sih yang tak ingin anaknya pandai menghafal?
Tapi, menurut Ir Drs Djohan Yoga, MSc.
MOT, BLI. Ed, pemegang lisensi mind map bidang pendidikan di
Asia, semua orang bisa menggunakan metode ini. Contoh, mahasiswa. “Ingat
pengalaman kita ketika bolak-balik berhadapan dengan dosen pembimbing? Ini
karena kita tak menggunakan mind map. Tidak tahu skripsi akan jadi
apa,” tegasnya.
Metode ini juga membantu kita bekerja efisien dan
efektif. “Nggak perlu lagi meeting menghabiskan waktu sampai lima jam.
Cukup satu jam!” kata Djohan berbagi pengalamannya saat menjadi pelatih
mind map di salah satu BUMN terbesar di Indonesia.
Tiap Anak Lahir, Modalnya Sama
Djohan mengatakan, tiap bayi yang lahir ke dunia
membawa satu triliun sel otak (neuron). Artinya, modalnya sama. Lalu, mengapa
ada kategori anak genius dan tidak? “Sebab, hanya 10% sel otak yang diaktifkan
sementara 90% lainnya bersifat pendukung. Semakin banyak menggunakan pendukung,
kita makin cerdas,” jelasnya.
Selanjutnya, neuron membentuk serabut (dendrit)
yang saling berhubungan (neuroconnection). Jika tidak terjadi neuroconnection,
ibaratnya laporan tak disimpan dalam fail. Semakin banyak fail tersimpan, makin
pintar seseorang. Artinya, neuroconnection berkolerasi dengan
kecerdasan.
Lalu, neuroconnection membentuk jaringan
otak. Untuk membentuknya, otak perlu nutrisi dan stimulasi. Stimulasi maksudnya
memberi informasi. Ketika informasi masuk ke otak akan ada aliran listrik.
Penghantarnya bernama neurotransmitter. “Semakin banyak jaringan otak,
makin tinggi potensi genius anak,” katanya.
Kenali Potensi Genius Anak
Ada tiga parameter untuk mengetahui potensi
genius anak. Pertama, secara makro, yakni dominasi otak kanan atau kiri.
Cermati perilaku anak, jika ia suka keteraturan maka cenderung otak kiri. Anak
dominasi otak kiri biasanya menjadi siswa kesayangan guru karena patuh dan
'dianggap' pintar. Mengapa? Karena pendidikan di negeri ini mengandalkan otak
kiri. Sebaliknya, anak dominasi otak kanan tak suka keteraturan. “Lihat
kamarnya, pasti berantakan,” beritahu Djohan sambil tersenyum.
Manakah yang lebih baik? “Keduanya. Karena mereka
diciptakan seimbang dan harus bekerja sinergetik (saling memperkuat, red),”
jawab Djohan. Otak kiri menangani kata, angka, garis, daftar, logika, dan
analisa. Sementara kanan menangani ritme, warna, gambar, peta, imajinasi, dan
melamun.
Nah, kata harus diperkuat dengan ritme. Angka
diperkuat warna. “Semua orang pasti hafal warna pelangi—mejikuhibiniu. Kenapa?
Karena ada ritmenya,” terang Djohan.
Kedua, mikro yakni multiple intelligences
(MI). Teori yang dikemukakan Prof Howard Gardner ini memudarkan dominasi IQ.
Ada delapan kecerdasan MI yakni logika, verbal, interpersonal, visual, fisik,
musik, natural. “Faktanya, si kembar pun punya profil MI berbeda,” katanya.
Untuk mengetahuinya kita dapat melakukan finger
print. Sementara untuk mengoptimalkannya, lakukan reverse approach.
Misalnya, anak gemar bahasa Inggris maka perkuat kemampuannya melalui kursus
bahasa.
Ketiga, gaya belajar—visual, auditori,
kinestetik. Untuk mengenalinya cukup mudah. Saat mendapat televisi baru, anak
visual akan membaca buku petunjuk lalu mengoperasikannya. Auditori meminta
orang lain membaca buku petunjuk. Sedangkan kinestetik, langsung mengoperasikan
tanpa membaca buku petunjuk.
Pahami Cara Kerja Otak
Apakah Anda telah menggunakan kapasitas otak
sampai 100%? Kalau tidak, menurut pelatih brain based stimulation,
Bobby Hartanto, M.Psi, Anda belum paham cara kerja otak. Nah, sekarang
coba tutup mata lalu bayangkan apel. Buka mata Anda. Di antara kita pasti
membayangkan apel beserta warnanya. “Itulah cara otak bekerja. Otak manusia
suka gambar dan warna,” ujarnya.
Jadi, lanjut Bobby, kebiasaan kita menghafal dan
membuat laporan berbentuk linier dengan tinta hitam sama dengan memerkosa otak.
“Otak kita tidak suka tapi dipaksa untuk paham. Ingat, gambar itu bermakna
lebih dari 1.000 kata!” serunya.
Pernyataan itu diperkuat Djohan. Catatan linier
bentuknya monoton dan tak menarik. Akibatnya, kita perlu baca berulang bahkan
bersuara keras untuk mengingatnya. Padahal, pemahamannya nol. Alhasil,
menghafal hanya untuk lulus ujian. “Kebiasaan ini berdampak fatal karena kita
hanya mengaktifkan otak kiri,” bebernya.
Sementara mind map mengkreasikan catatan
berbentuk radian. Layaknya gurita, ia bekerja serentak persis kerja otak.
Yaitu, menggunakan seluruh keterampilan yang ada di kedua belahan otak
(kiri-kanan) secara sinergis.
Anak yang terbiasa menggunakan metode ini,
sambung Djohan, pola pikirnya teratur. Ia mampu menyusun informasi dengan baik
sehingga otak mudah menemukan kembali informasi itu. Saking dahsyatnya metode
ini, Pemerintah Singapura bahkan menerapkannya kepada siswa pre-school.
Mind map seperti peta yang memberikan
pandangan menyeluruh terhadap sebuah subjek. Hasilnya, anak mampu merencanakan
rute, membuat pilihan, menunjukkan arah, tujuan dan posisinya, mendukung proses
pemecahan masalah secara kreatif, efisien. Gambarnya yang enak dilihat membuat
anak mudah mengingat, belajar pun lebih cepat, dan mampu menghimpun informasi
yang besar. “Melalui mind map kita bisa membuat anak senang belajar,
sesemangat ia main bola,” katanya.
Kita dapat meringkas sepuluh materi jadi satu mind
map. Jika ada 100 lembar, berarti kita hanya perlu sepuluh lembar mind
map. “Simple, kan?” pungkasnya.
Yuk, kita tularkan 'virus' genius ini kepada anak
kita!
Komentar
Posting Komentar