Cerpen: Bisnis Dita


Bisnis Dita
Oleh : Ade Ganiarti

Gadis mungil itu tak kuasa menolak microfon yang kini di tangannya. Teriakan teman-temannya seolah memaksanya untuk tetap maju ke panggung. Sedikit gemetar Dita berusaha menenangkan dirinya. Perlahan namun pasti suaranya yang merdu menghiasi panggung yang tidak terlalu luas itu. Panggung hening hanya suara merdu Dita yang mengalun. Semua mata teman-temannya terdiam terpesona memandangi penampilan Dita siang itu. Semua mata dan hati merasa terbuai dengan alunan lagu yang Dita bawakan.
Riuh tepuk tangan sahabat-sahabat dekatnya melepas perlahan kegugupan Dita. Dita pada akhirnya bisa menyunggingkan senyum ke arah teman-teman yang mendukungnya. Dita gadis pemalu dan lugu. Tubuh mungilnya yang terlihat ringkih dibalut seragam yang tidak lagi bisa dibilang putih. Putihnya memudar dikarenakan seragam itu dipakainya sejak SMP. Orang tua Dita belum bisa mengganti seragamnya untuk SMA. Selain karena tidak ada dananya, tubuh mungil Dita masih cukup dengan seragam itu.  Wajah putihnya makin memberi kesan pucat pada dirinya.
Dita siswa kelas sepuluh saat ini. Mendapat kesempatan belajar di SMA yang gratis adalah anugerah yang luar biasa. Ibunya yang hanya kuli cuci merasa sangat terbantu dengan program pemerintah saat ini. Meski jarak rumah Dita ke sekolah tidak bisa dibilang dekat, tetap saja semua ini adalah anugerah buatnya. Terkadang Dita harus berjalan kaki menuju rumahnya pulang sekolah. Dengan kondisi itu, tubuh ringkih Dita makin terlihat kurang  berenergi. Terlebih tatkala kegiatan belajar di kelas cukup menyita energinya. Dita sering puasa Senin Kamis hanya untuk mengurangi makan. Supaya kegiatan makan siang tak lagi jadi hambatannya beraktivitas.
Dita punya kelebihan dalam bernyanyi. Suaranya merdu dan cukup memukau. Sayang rasa percaya dirinya begitu bermasalah. Dita minder dengan keadaan nyata dirinya. Dita tak berani bergaya seperti teman-temannya. Dita hanya berani menjadi dirinya yang pendiam dan pemalu. Satu hal yang masih dipegangnya, Dita tak pernah berpura-pura menjadi orang lain. Dita memilih menjadi dirinya sendiri. Dita pun tidak suka jika teman-temannya mengasihani dirinya. Meski tak punya, Dita tak pernah meminta-minta atau meminjam sesuatu pada temannya.
Bu Nia adalah guru di sekolah Dita. Beliau tidak mengajar Dita secara langsung. Tatkala Dita bernyanyi, Bu Nia terpukau dengan suaranya tetapi Bu Nia merasa ada kegugupan dan rasa tidak percaya diri pada Dita. Bu Nia melihat potensi Dita yang besar seharusnya diimbangi dengan rasa percaya diri yang cukup sehingga Dita bisa lebih menunjukkan kemampuan dirinya.
Bu Nia pun mencoba mendekati Dita untuk memberi sentuhan motivasi pada diri Dita. Dita malu-malu karena Bu Nia mencoba  mendekatinya.
“Suara kamu bagus, kenapa tidak dikembangkan?”
“Maksudnya , Bu?”
“Kan kamu bisa ikut ekskul paduan suara?”
“Hem…saya enggak berani Bu, kalau ikut ekskul itu pasti ada biaya tambahan yang harus dikeluarkan. “
“Oh, seperti itu? “
“Yang saya dengar sih begitu. Lagian kalau ikut ekskul saya bisa pulang kesorean, Bu. Bisa-bisa maghrib baru sampai rumah. Saya harus sampai rumah cepat untuk bantu-bantu ibu saya.”
“Memangnya bantu-bantu apa?”
“Bantu-bantu rapihkan baju-baju yang sudah dicuci ibu.”
“Oh begitu. Semoga rezeki ibumu lancar, ya Dit.”
“Aamiinn, itu jadi doa saya setiap hari.”
            Bu Nia makin simpati pada Dita setelah obrolan pada hari itu. Bu Nia melihat potensi yang sangat besar ada dalam diri Dita. Sayangnya sifat dan sikapnya yang minder itu menjadi penghambat yang harus diatasi Dita. Sayang sekali potensi besar ini jika disia-siakan. Bu Nia mencoba menyelami Dita lebih jah lagi. Bu Nia seolah melihat mutiara nan indah namun perlu dipoles lagi agar semakin bersinar.
                                                                                ***
            Pada suatu ketika, Bu Nia tiba-tiba memanggil Dita ke ruang guru di saat istirahat berlangsung. Dita merasa takut menemui Bu Nia di ruang guru. Dita takut kalau-kalau dirinya melakukan sebuah kesalahan. Dengan perasaan yang tidak karuan akhirnya Dita memberanikan diri menemui Bu Nia. Dengan perasaan takut-takut, Dita tersenyum dan mengangguk ke Bu Nia.
“Eh, Dit. Maaf ibu panggil dan ganggu istirahat kamu.”
“Oh, enggak apa-apa kok Bu, saya enggak ke kantin kok. “
Bu Nia menyodorkan sebuah buku karya Ipho Santosa yang berjudul Tujuh Keajaiban Rezeki.
“Dit, kamu sudah baca buku ini?bagus loh. “
Dita melihat sekilas sampul buku tersebut lalu menerimanya dari tangan Bu Nia.
“Baguskah?Boleh saya membacanya?”
“Sangat bagus. Justru saya mau kamu membacanya dan saya sangat yakin setelah membaca buku ini , kamu akan mendapatkan sesuatu yang bermanfaat.”
Dita terlihat berpikir dan memperhatikan seksama sampul buku yang kini di tangannya.
“Jadi, boleh saya pinjam buku ini?Berapa lama ?”
“Tentu saja boleh, justru ibu ingin sekali kamu membaca buku ini. Ini buku keren loh ,Dit. Coba deh baca terlebih dahulu. Kalau kamu tidak suka dengan isinya juga bukan masalah. Tapi saya kok yakin ya, kamu pasti menyukainya.”
Bu Nia meyakinkan Dita untuk membaca buku itu. Wajah Dita sumringah terlihat antusias. Bu Nia tersenyum ke arahnya. Gadis mungil ini bertambah manis tatkala tersenyum begitu. Dita pun membawa buku itu untuk dibacanya di rumah. Dita meminjam buku itu untuk beberapa waktu. Buku yang dikemas dengan bahasa yang menarik dan sangat memotivasi itu dihabiskannya dalam dua hari.  Isi buku itu benar-benar membuat Dita antusias untuk menghabiskan isi buku itu secepatnya.
Dita setuju dengan pernyataan Bu Nia bahwa buku tersebut memang bagus. Di dalamnya diingatkan akan kebesaran Allah dan Allah sangat berkuasa atas nasib manusia. Buku yang sangat memotivasi. Dalam buku itu dibahas betapa nasib makhluk bisa berubah jika ada usaha dan kehendak Allah . Dekati Allah dan sayangi orang tua supaya rezeki dapat mengalir deras.  
Dita mendatangi Bu Nia setelah menyelesaikan membaca buku itu . Dita berniat mengembalikan dan berdiskusi dengan Bu Nia. Bu Nia senang Dita telah berhasil membaca  buku itu sampai tuntas. Bu Nia melihat ada semangat dalam diri Dita. Bu Nia berdiskusi asyik dengan Dita soal buku itu.
“Betul Bu, buku ini bagus sekali. Saya percaya sholat tahajud itu bisa mengangkat derajat seseorang. Saya juga setuju bahwa berbakti pada orang tua akan melancarkan hidup seseorang. “
“Dita sudah baca semua? Sudah memahami isiya?”
“Semua yang dikatakan buku itu masuk akal Bu, saya pikir bagus untuk diikuti.”
“Bagaimana dengan ide untuk berdagang dalam buku ini?”
“Idenya bagus Bu, tapi untuk berdagang itu butuh modal Bu. Mungkin nanti kalau sudah saatnya saya mau mencoba berdagang seperti Rosululloh.”
“Memangnya kamu mau dagang apa?”
Bu Nia bertanya sambil tersenyum.
“Dagang apa ya, Bu? Waktunya juga kapan? Saya kan sekolah.”
Dita terlihat seperti berpikir. Bu Nia tersenyum pada Dita yang kelihatan sedang berpikir. Bu Nia mencoba menantang Dita untuk melakukan sebuah gebrakan.
“Begini  Dit, bagaimana kalau kamu mencoba mencari ide untuk berdagang. Kamu pikirkan kira-kira ide dagang apa yang memungkinkan bisa  kamu wujudkan. Kalau sudah punya ide, kamu datang ke ibu. Kita pikirkan dan  diskusikan kira-kira bagaimana kita bisa mewujudkan idemu itu dan dari mana kita bisa mendapatkan modalnya.”
“Dagang apa ya, Bu?”
Dita tersenyum. Bu Nia membalas senyum Dita.
“Sekarang kamu pikirkan dulu deh . Ibu kasih kesempatan kamu untuk mengeksplore ide kamu itu dan kalau sudah dapat idenya kamu bisa  ke ibu lagi,ya.”
Meski masih bingung, Dita menyetujui ide Bu Nia. Bu Nia menantang Dita untuk menciptakan peluang usaha untuk dirinya. Dita mencoba mencari ide usaha apa yang bisa dan mungkin dilakukannya. Dita berpikir apa salahnya mencoba berdagang? Mungkin tida mudah tetapi masih bisa dicoba kan?
                                                                       ***
            Dalam waktu dua hari Dita sudah mendapat ide untuk berdagang. Dita tak sabar lagi untuk menemui Bu Nia dan  mendiskusikan ide usahanya. Di perpustakaan Dita menemui Bu Nia yang sedang sibuk dengan laptopnya.
“Ada apa Dit?perlu dengan ibu?”
“Iya Bu, saya sudah dapat ide nih buat usahanya.”
Dita menyampaikan maksudnya dengan semangat dan antusias.
“Oh ya? Usaha apa?Sini mendekat.”
“Jual bunga makam.”
Dita mendekat kea rah Bu Nia. Bu Nia agak sedikit bingung dengan apa yang didengarnya.
“Bunga makam?”
Bu Nia mengernyitkan dahi tak mengerti maksud Dita.
“Begini ceritanya Bu. Kemarin saya ke makam. Di sana pas ramai dan banyak orang jual bunga tabur. Saya tahu dimana mendapatkan bunga tabur itu. Ada pengepulnya. Untuk satu kilo bunga bisa dibuat sepuluh kantong. Satu kantongnya bisa dijual lima ribu rupiah. Satu kilo itu harganya tiga puluh ribu rupiah. Berarti setiap kilonya kita bisa dapat margin keuntungan sampai dua puluh ribu rupiah. “
Dita menjelaskan secara detail ide usahanya. Bu Nia masih mencoba memahami.
“Memangnya laku?Kamu tahu tempat beli bunganya? Jauh enggak? Sudah diperhitungkan ongkosnya?”
Pertanyaan Bu Nia beruntun seolah sangsi dengan ide usaha yang Dita kemukakan.
“Laku sekali Bu, pas sedang ramai. Tempat beli bunganya juga dekat Bu,tanpa ongkos.”
“Memang kamu mau melakukannya?Menawarkan bunga tabur itu ke orang-orang?”
“Kan latihan Bu, saya juga belum tahu tapi saya yakin bisa. Tidak perlu menawarkan cukup taruh di meja orang –orang akan membelinya.”
Bu Nia masih terlihat berpikir seperti tak yakin dengan ide usaha Dita. Tak lama kemudian Bu Nia mengeluarkan dua ratus ribuan dari tasnya.
“Ini ada uang dua ratus ribu sebagai modal utama kamu. Nanti kalau ada untungnya kamu ambil dan modalnya kamu kembalikan lagi. Bagaimana?”
Dita kaget. Dita tak menyangka ide usahanya diterima Bu Nia.
“Ini betulan Bu?Ini banyak loh Bu.”
“Kamu bisa mulai dengan mengelola uang ini dulu, kalau berhasil kita diskusikan lagi.”
Dita tersenyum sumringah. Dita menerima uang itu dengan segenggam harapan. Bu Nia pun punya segenggam harapan untuk siswanya itu. Bu Nia melihat motivasi dan spirit dalam diri Dita yang bisa mengubah kepribadian Dita yang minder menjadi lebih percaya diri.
                                                                                    ***
            Dita menjalani usaha dagangnya itu. Dibelinya tiga kilo bunga untuk dijadikan beberapa kantung plastic kecil. Dita membuka dagangannya saat hari sabtu. Kebetulan Sabtu itu makam sedang ramai. Dalam waktu tiga jam dagangan Dita sudah habis. Dita senang sekali mendapat keuntungan dari dagangannya itu. Dita pun mencoba memutar uang modal yang dipinjamkan Bu Nia.  Uang yang diberikan Bu Nia kini jadi bertambah dengan keuntungan yang diperolehnya. Dita mengembalikan modal Bu Nia. Keuntungan yang di tangan Dita masih dipegangnya.
Ketika Dita mengembalikan uang modalnya, Bu Nia justru menolaknya. Bu Nia memberikan uang modal pinjaman itu untuk dimiliki Dita.
“Modal ini untukmu, tak perlu dikembalikan. Makam tak selamanya ramai. Kamu harus pikirkan usaha lain yang memungkinkan.”
“Usaha lain, Bu?”
“Ya, coba kamu main-main ke Asemka di daerah Kota. Di sana ada banyak barang menarik yang bisa kamu jual. Harganya cocok untuk dijual lagi. Kamu bisa naik Trans Jakarta ke sana. Gunakan uang yang ada sebagai modal dan ongkos.”
“Baik Bu, saya coba ke sana.”
            Sesuai arahan Bu Nia, Dita mencoba menyusuri Pasar Asemka di daerah Kota. Benar kata Bu Nia. Di sana banyak barang grosir yang sangat menarik. Harganya memang untuk dijual lagi. Dita antusias mencari barang-barang yang sekiranya diminati orang banyak untuk dijual. Buku-buku cantik, souvenir-souvenir lucu , pulpen, dan kebutuhan anak sekolah yang bisa dijual. Senang sekali hunting barang dagangan di tempat ini. Selain menarik dan bagus barang-barangnya harganya pun tergolong bagus.
Satu  nilai plus yang Dita rasakan saat hunting barang di tempat ini. Dita harus berkomunikasi dengan para pedagang dengan luwes sehingga ini jelas memberi latihan berkomunikasi bagi dirinya yang pemalu. Kemampuan bicara Dita terasah di tempat ini. Dita tak ragu-ragu atau malu-malu menawar dan memilih kepada pedagang di sana. Kepribadiannya benar-benar berkembang melalui cara ini.
Usaha Dita berjalan lancar. Dita tidak harus meninggalkan sekolah untuk berdagang. Dita menjual barang-barangnya pada teman-teman di sekolah dan teman-temannya di rumah. Kini Dita punya uang sendiri. Dita bisa membeli sesuatu dari uangya sendiri tanpa meminta pada ibu dan ayahnya. Kegiatan belajar tak sedikit pun terganggu. Justru Dita makin percaya diri. Kemampuannya berbicara semakin terasah. Dita tak malu lagi jika tampil di depan kelas. Bahkan menjadi MC sebuah acara pun Dita mau mencobanya. Kemampuan bicara dan menyanyi Dita semakin terasah dan Dita tak lagi minder untuk menunjukkan kemampuan yang dimilikinya.
Ternyata berdagang menjadi jalan Dita untuk menemukan rasa percaya diri dan mengasah kemampuannya berbicara. Berdagang juga membuka pikiran Dita bahwa peluang itu bisa diciptakan. Berdagang bisa menjadi jalan keluar atas permasalahan yang dihadapi manusia. Dengan berdagang banyak hal yang dapat dipetik manfaatnya. Pantas Rosululloh mengajarkan umatnya untuk menjadi pedagang. 
            Bukan Dita namanya jika berbuat untuk dirinya sendiri. Dita mengajak juga beberapa temannya untuk mengikuti jejaknya. Dita pun meminjamkan teman-temannya modal seperti Bu Nia meminjamkan modal pada dirinya. Dita merasa Bu Nia adalah motivator yang berhasil membuat dirinya bangkit dan berubah. Bu Nia melakukan itu semua untuk dirinya menjadi lebih baik. Dita pun ingin dirinya menjadi pribadi yang bermanfaat untuk orang lain. Seperti Bu Nia yang mempengaruhi hidupnya jadi lebih percaya diri.
            Setiap orang punya kemampuan dalam dirinya. Hanya terkadang ada beberapa faktor yang bisa menghambatnya. Kita harus menemukan potensi diri tersebut. Bukannya tak mungkin orang lain bisa menjadi jalan yang Allah kirimkan untuk diri kita melihat potensi dan kemampuan diri.  Bukan tidak mungkin diri kita pun menjadi jalan bagi orang lain menemui potensinya. Berbuat baik pada orang lain adalah bentuk berbuat baik pada diri sendiri.
            Dita hanyalah sepenggal kisah yang mengajarkan kita bahwa tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Masih banyak penggalan kisah di luar sana yang bisa menginspirasi dan memotivasi kita menjadi lebih baik. Percayalah Allah maha baik. Dia menciptakan masalah karena Dia ingin hamba-Nya di dunia menjadi benar-benar yakin akan kekuasan-Nya. Hamba-Nya yakin seyakin-yakinnya bahwa apa pun mungkin dengan kehendak-Nya. Dia ingin hamba-Nya percaya diri menjadi hamba yang terbaik yang diciptakanNya. Hamba yang baik hanya berpegang teguh pada ajaran-ajaran-Nya.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perang Majas ( Metode Permainan dalam Pembelajaran)

Asal –Usul Nama Kue Cucur (Cerita Rakyat Betawi ),

KONJUNGSI TEMPORAL